screening dan diskusi film dokumenter “Para Penutur Terakhir” karya Deny Sofian yang diadakan di Cafe Upgrade, Pontianak, Kalimantan Barat pada Rabu (15/01/2025).SUARANUSANTARA/SK |
Film yang mengambil latar di Rumah Betang Ensaid Panjang, Sintang ini mengupas tradisi tutur bekana, sebuah seni bercerita penuh hikmah yang kini menghadapi tantangan besar untuk tetap lestari.
Tradisi Bekana: Warisan yang Mulai Memudar
Deny Sofian, sutradara film, menjelaskan bahwa bekana merupakan tradisi tutur khas Dayak Desa dan Dayak Seberuang yang menyampaikan legenda serta nilai-nilai kehidupan. Tradisi ini biasa dilantunkan pada malam hari atau dalam acara tertentu.
“Bekana itu cerita legenda, cerita masa lalu yang penuh pesan-pesan bijak. Tapi sekarang sudah sangat jarang dimainkan karena anak muda tidak paham lagi bahasanya,” ujar Deny.
Menurut Deny, tradisi ini memiliki variasi nama, seperti engkana di Dayak Seberuang dan bekana di Dayak Desa, tetapi esensinya sama. Sayangnya, para maestro bekana yang tersisa kini dapat dihitung dengan jari, banyak di antaranya telah meninggal dunia.
Film dokumenter ini bukan hanya memperkenalkan bekana, tetapi juga bagian dari langkah Deny dan timnya untuk melestarikan tradisi ini melalui teknologi. Salah satu upayanya adalah mendokumentasikan bekana dalam bentuk album yang terdiri dari tujuh playlist cerita utama.
“Kami berencana memvisualkan cerita bekana dengan teknologi AI tahun ini, sehingga generasi muda bisa memahami cerita-cerita legenda yang sulit dibayangkan secara langsung,” terang Deny.
Selain itu, Deny juga memaparkan rencana mendirikan sekolah adat yang melibatkan para maestro bekana untuk mengajarkan tradisi ini kepada generasi muda. "Kami ingin para maestro ini mengajar, tapi kami juga ingin membantu mereka mendapatkan penghasilan tetap, karena saat mengajar mereka tidak bisa bekerja di ladang," ujarnya.
Deny berharap film ini mampu menumbuhkan rasa bangga masyarakat, terutama generasi muda, terhadap tradisi bekana. Dengan kebanggaan itu, diharapkan muncul keinginan untuk mempelajari dan melestarikan warisan budaya ini.
“Saya sendiri orang Melayu, tapi saya sangat mengapresiasi budaya apa saja. Jika masyarakat punya kebanggaan terhadap tradisi mereka, pasti mereka akan termotivasi untuk melestarikannya,” tambah Deny.
Screening film ini dihadiri puluhan penonton yang antusias, termasuk seniman, akademisi, dan masyarakat umum. Para hadirin memberikan apresiasi atas upaya Deny dalam mengangkat dan mendokumentasikan tradisi yang hampir terlupakan ini.
“Para Penutur Terakhir” tidak hanya menjadi saksi bisu dari perjalanan tradisi bekana, tetapi juga langkah awal untuk memastikan cerita-cerita penuh makna dari Dayak Desa dan Dayak Seberuang tetap hidup di hati generasi mendatang.[SK]