Kejari Sekadau, Kalbar Selidiki Dugaan Korupsi dalam Pelayanan Tera Ulang, Dua Tersangka Ditahan

Sebarkan:

Kajari Sekadau Adyantana Meru Herlambang saat diwawancarai usai penyidikan di Kantor Kejaksaan Negeri Sekadau, Rabu (9/10/2024)./Suara Kalbar

Sekadau, Kalbar (Suara Nusantara) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Sekadau tengah melakukan penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pelayanan tera atau tera ulang di Kabupaten Sekadau pada periode 2021-2023. Berdasarkan hasil penyidikan, kerugian negara ditaksir mencapai Rp 600 juta.

Kepala Kejari Sekadau, Adyantana Meru Herlambang, mengungkapkan bahwa penyidikan ini mengarah pada dua tersangka, yakni GDS, Kepala UPTD Meteorologi Legal Kabupaten Sekadau, dan R, Direktur sebuah perusahaan yang bekerja sama dengan GDS. Keduanya diduga melakukan pungutan melebihi ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan tera ulang.

"Tersangka GDS bekerja sama dengan R dalam mendirikan perusahaan, di mana R bertindak sebagai direktur. Dalam penyelenggaraan tera, diduga keduanya melakukan pungutan yang melampaui aturan," ujar Adyantana Meru Herlambang saat konferensi pers di Kantor Kejari Sekadau, Rabu (9/10/2024).

Akibat dari dugaan tindakan tersebut, keduanya kini ditahan di Rutan Sanggau selama 20 hari ke depan untuk proses penyidikan lebih lanjut.

Pentingnya Pelayanan Tera untuk Perlindungan Konsumen

Pelayanan tera atau tera ulang merupakan kegiatan pengujian akurasi alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP), yang bertujuan memastikan kepastian ukuran di pasar tradisional. Selain itu, pelayanan ini juga berfungsi untuk menumbuhkan kesadaran para pelaku usaha agar jujur dalam bertransaksi dan melindungi konsumen dari kecurangan.

Dalam konteks kasus ini, tindakan pungutan melebihi ketentuan berpotensi merugikan konsumen dan merusak integritas penyelenggaraan pelayanan publik yang seharusnya transparan dan akuntabel.

Pembelaan Pihak Hukum

Sementara itu, Munawar Rahim, penasehat hukum kedua tersangka, menyatakan bahwa kliennya, GDS dan R, diduga melanggar pasal 12 huruf e junto pasal 113 dan pasal 11 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terkait gratifikasi atau pungutan liar. Namun, Munawar meminta masyarakat untuk mengedepankan asas praduga tidak bersalah hingga adanya putusan pengadilan yang sah.

"Harus dibuktikan dengan fakta-fakta dan saksi-saksi yang ada di persidangan. Biarkan proses hukum berjalan sesuai aturan," ujarnya.

Sebagai informasi, pasal 12 UU Tipikor mengatur tentang gratifikasi yang dianggap sebagai akar dari korupsi. Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenakan sanksi berat, dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda mulai dari Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

Kasus ini menjadi sorotan publik di Kabupaten Sekadau dan diharapkan proses hukum dapat berjalan transparan, demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik di daerah tersebut. [SK]

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini